Sinerji Ekonomi dan Lingkungan

Sinerji Ekonomi dan Lingkungan
Oleh: Khusnul Kowim

SATELITPOST-paguyuban pedagang pasar
tiban (Pasti) Bersatu bersama pemerintah
mengadakan rapat  membahas relokasi
pedagang pasar tiban di kantor
Kelurahan Buaran, Jum'at (3-1-14)
Beberapa orang beranggapan bahwa persoalan ekonomi dan lingkungan adalah hal berbeda yang tidak bisa berjalan bersama. Anggapan ini berimplikasi pada keberlangsungan aktivitas ekonomi yang mengacuhkan kewajiban terhadap lingkungan. Persoalan lingkungan seakan menjadi hal nomor ke sekian. Faktor ekonomi menempati posisi lebih penting dibanding lainnya. Mungkin anda termasuk di dalamnya.

Hampir satu bulan lamanya saya mengawal perjalanan pemerintah Kota Pekalongan menertibkan pedagang kaki lima. SKPD yang bersentuhan langsung dengan mereka adalah Dinas Perindustrian, Perdagangan Koperasi dan UMKM (Disperindagkop dan UMKM). Dari rapat ke rapat hingga ke tengah-tengah kerumunan pedagang pasar tiban.

Pemerintah memang tengah gencar memperhatikan tata kota khususnya keberadaan PK5. Prinsip yang dipegang oleh pemerintah adalah penataan, bukan pemberangusan. Pemerintah sadar, bahwa keberadaan PK5 secara ekonomi membantu pemerintah dalam mengurangi angka pengangguran dan kriminalitas. Wilayah yang banyak ditengarai dengan angka kriminalitas yang tinggi adalah daerah yang padat penduduk yang terkonsentrasi di ibu Kota.

Kondisi padatnya penduduk di suatu kota berbanding lurus dengan meningkatnya ekonomi warganya. Namun, karena pemerintah gagal menyediakan lapangan pekerjaan yang baik dan tertata, maka wajar jika masyarakat melakukan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya. Berdagang kaki lima pun ditempuh.

Setelah CAFTA, tahun 2015 kita sudah memasuki pasar terbuka kawasan Asia (MEA). Tahun di mana masyarakat semakin diuji dengan berkompetisi secara ekonomi. Tentu pemerintah sadar posisi ini, tidak mungkin pemerintah akan memberangus pondasi ekonomi masyarakat menengah ke bawah itu. Jika itu dilakukan, sama halnya pemerintah melakukan ‘gol’ bunuh diri.

Tinggal beberapa bulan lagi, pemerintah terus melakukan sosialisasi dan himbauan serta mengeluarkan program pemberdayaan kepada gerakan wirausaha melalui kementerian terkait. Masyarakat didorong untuk berkreasi dan berinovasi menciptakan usaha mandiri. Memontum ini tepat sekali menyambut masa pendaftaran CPNS Nasional.

Selanjutnya, pemerintah harusnya lebih cerdas. Dengan akan meningkatnya usaha-usaha kecil yang lebih masif, pemerintah harus membaca bahwa seiring dengan pesatnya ekonomi kecil, lingkungan dan tata kota akan menjadi ancaman dan tumbalnya. Pemerintah dalam hal ini eksekutif dan legislatif harus segera menyiapkan regulasi untuk mengatur PK5 (khususnya).

SATELITPOST-Ketua DPRD Kota Pekalongan,
menangapi pertanyaan dan keluhan yang disampaikan
oleh pedagang pasar tiban di Ruang Rapat Komisi A, Rabu (29-1-14).
Akhir tahun 2013, satu-satunya produk legislasi yang belum selesai adalah UU tentang PK5. RUU itu dibuat oleh eksekutif dan diajukan di legislatif, namun menjelang akhir tahun 2014 sepertinya RUU tersebut belum terdengar untuk diselesaikan. Jawaban yang sama saat saya tanyakan kepada eks ketua DPRD Kota Pekalonganm Bowo Leksono, “Belum (diketok) Mas...,” demikian jawaban pesan singkat yang saya terima saat menulis tulisan ini, September lalu.

Belajar dari masalah Batik
Belajar dari pengalaman, Pekalongan adalah Kota dengan pertumbuhan pengusaha batik yang sangat tinggi. Pertumbuhan pengusaha yang begitu tinggi membuat pencemaran terhadap sungai juga semakin tinggi. Peraturan untuk mengatur dan memaksa pengusaha agar membuat IPAL sudah dibuat. Kita bisa melihat seperti apa penerapannya. Masih terdapat 1.050 unit industri rumah tangga batik dan printing di Kota Pekalongan yang belum tercover IPAL komunal. Keterbatasan dana dan lokasi membuat para pengusaha gagal membangun. Akibatnya, sungai-sungai di Pekalongan tercemar oleh limbah batik, terutama yang berenis printing.

Untuk menjembatani keterbatasan itu, pemerintah tengah membangun IPAL mini. Selain untuk mengatasi keterbatasan lahan, IPAL mini tersebut juga untuk mengatasi kendala  mahalnya desain pembuatan IPAL. Untuk desain gambar saja, dana yang dibutuhkan sekitar Rp 25 juta. Adapun biaya pembuatan IPAL komunal di Kauman, misalnya, investasi yang dibutuhkan mencapai Rp 800 juta, dan biaya operasional sekitar Rp 75 juta per tahun.

Perda Nomor 3 tahun 2009 tentang perlindungan pengelolaan lingkungan hidup sepertinya tidak beralan seperti yang diharapkan. Sanksi yang diberikan bagi perusahaan yang membuang limbah tanpa diolah terlebih dahulu mulai dari administrasi hingga penutupan usaha, tak membuat takut bahkan jera.

Belajar dari pengalaman industri batik, dalam menyambut tahun MEA, sudah saatnya pemerintah khususnya DPRD untuk segera menyelesaikan regulasi tentang PK5 yang diprediksi akan tumbuh lebih cepat. Jika tidak, pencemaran lingkungan dan tata kota menjadi ancaman yang serius.

Sinerji Ekonomi dan Lingkungan
Di dalam QS Ar-Rum: 41-42 Allah telah mengingatkan adanya konsekuensi dari perilaku manusia yang membuat kerusakan. Untuk membendung hasrat ekonomi manusia, beragam program dan regulasi telah diratifikasi dan dialankan oleh negara di dunia. Diantaranya adalah program Corporate Social Responsibility (CSR), Pembuatan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dan Pengurangan Emisi Karbon Industri.

SATELITPOST-Pasar Tiban masih menjadi tumpuan
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan ekonomi
masyarakat Pekalongan, Minggu (29-12-13)
Di Kota Pekalongan sektor yang paling berkembang adalah sektor perdagangan dan perindustrian. Sektor perdagangan sebesar 27,29%, sektor industri pengolahan 20,37%,, sektor bangunan 13,35%, dan lain-lain. Penelitian* yang tengah saya lakukan juga menempatkan Kota Pekalongan sebagai salah satu dari dua kota di awa Tengah terpilih dengan industri yang berkembang baik setelah Semarang dari 50 kota besar Indonesia.

Melihat potensi sebesar ini, upaya pengendalian lingkungan harus dilakukan secara komprehensif dengan membuat master plan. Tidak hanya upaya prefentif dengan membuat regulasi saja, nilai-nilai kepedulian terhadap lingkungan harus dipupuk sedini mungkin. Baru-baru ini Pemerintah Kota baru saja melepaskan tanggung awab pengangkutan sampah yang awalnya dilakukan oleh DPKLH menadi wewenang warga melalui kelurahan. Ini adalah awal yang baik. Keterlibatan masyarakat perlu ditingkatkan dalam aktivitas ekonomi. Perilaku ekonomi yang awalnya semata-mata mereguk keuntungan, mulai sekarang harus memperhatikan dan berwawasan lingkungan. Meski perda atau perwal tentang PK5 belum lahir, alangkah lebih baik kesadaran itu muncul sesegera mungkin.

Tulisan ini akan saya tutup dengan Cree Indian Peribahasa, “Hanya ketika pohon terakhir telah mati dan sungai terakhir telah teracuni dan ikan terakhir telah tertangkap akan kita menyadari bahwa kita tidak bisa makan uang.”

*) Penulis tengah melakukan Survey Perusahaan ; Peran Jaringan Sosial Dalam Dunia Usaha 2014
Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia


0 komentar:

Posting Komentar