DADI KAJEN & PETERPAN

Sebuah Nama, Sebuah Cerita

Pada tahun 2008 Peterpan merilis album kelima berjudul Sebuah Nama, Sebuah Cerita, karya terakhir yang  (The Best of) sebagai ancang-ancang untuk ganti nama. Single pertama dari album ini adalah Walau Habis Terang. Lagu pembuka yang cukup menyita perhatian publik, termasuk sayah.


video klip yang digarap juga mampu menggambarkan bahwa memang grup ini akan berpisah dengan nama besarnya, Peterpan. Nama yang yang melegenda di jagad musik pop Indonesia. akhir video itu ditutup dengan personil grup yang saling berangkulan sesaat setelah mobil yang ditumpangi Ariel meledak. Duaaarrrrr.......

Dari visualisasi itu jelas tergambar, Grup band itu hendak meninggalkan kenangan atau 'kendaraan' yang mereka tumpangi selama ini. dari awal video yang berdurasi 3:38 menit itu lebih banyak menampilkan Ariel yang diikat dalam mobil. Dengan lirik yang sedih namun tetap mengajak untuk tersenyum dan optimis. Keikhlasan mereka menghapus nama Peterpan juga semakin tegas dengan adegan meledaknya mobil berikut efek suara meledaknya. Jika anda belum menemukan visualisasi itu, cover album itu sudah cukup mewakili!

DADI KAJEN; Tentang Sebuah Nama


Suasana dialog di Pendopo Kajen
Tadi malam, tiba-tiba saya ditelpon teman saya, Ahond untuk meminta sayah menghadiri acara Dialog perubahan nama Dadi Kajen di Pendopo. "Teko wae, dialoge asyik. ono mangan-mangane". sebenarnya kata terakhir bagi anak kos seperti saya itu motivasi terbesar. hahahaha.... tapi karena mahgrib itu sayah juga mendapat shodaqoh nasi megono bungkus dari Mas Imam Huda di Gedung Pemuda, jadi saya tidak begitu bernafsu. 

Hal menarik yang masih mendorong sayah untuk hadir adalah DIALOGnya. apalagi tema obrolan itu Tentang Sebuah Nama, yang akan diganti. tentu ini akan menarik. katanya lagi, "ribuan orang akan hadir". wah seru pikirku. tawaran temen saya itu saya iyakan, berharap di sela-sela dialog yang bosan saya bisa ke alun-alun untuk motret-motret happy.

Sebenarnya sayah juga berat meninggalkan rutinitas beberapa hari ini tiap malam. mendengarkan cerita-cerita asyik dari adekku, yang mengagumkan itu. :) demi sebuah ilmu baru dan silaturahmi sayah niatkan beranjak. singkat cerita, setelah menembus hujan sambil menenteng senjata Canon EOS 700D sampailah di Pendopo Kabupaten Pekalongan. H 4483 ZD tahun 2005 sayah parkir di antara mobil-mobil plat merah dan mobil elit lainnya. ada puluhan mobil berjajar disitu.

Tak disangka moderator yang memimpin dialog yang disetting mirip forum ILC itu dibawakan oleh senior sayah, Aminuddin Azis. Pendiri PATTIRO Pekalongan yang jarang di rumah, sibuk dengan bisnis kaos dan pendampingannya ke beberapa provinsi di Indonesia. pukul 20.45 diskusi bergaya ILK itu dimulai mas Amin, dengan kepala pelontosnya. Di sana sayah juga ketemu beberapa teman wartawan yang pernah ngliput bareng, banjir bareng dan beberapa alumni HMI seperti Bang Akbar Yulian, eks Kabid Pemuda Dinporapar yang sekarang di Dishub. tidak sia-sia. alhamdulillah.

William Shakespeare
Dalam dialog itu sudah saya duga, pasti banyak yang mengutip pernyataan William suka pare itu, "Apalah Arti Sebuah Nama". Quote itu biasanya untuk membenarkan argumen bagi siapa yang tidak begitu mempermasalahkan sebuah nama. Sebenarnya dia tidak hanya mengatakan itu saja, masih ada buntutnya. Dia mengatakan   “What’s in a name? That which we call a rose by any other name would smell as sweet. (Apalah arti sebuah nama? Andaikata kamu memberikan nama lain untuk bunga mawar, ia tetap akan berbau wangi)

Dalam konteks wacana perubahan nama kabupaten Pekalongan menjadi Dadi Kajen, banyak pembicara yang tidak begitu menyoal. yang lebih utama adalah kesejahteraan warga. Pertimbangan yang muncul atas wacana perubahan nama kabupaten adalah banyak pengalaman pahit terkait kesamaan nama dengan Kota Pekalongan. Pasalnya beberapa pejabat pernah mengajukan proposal ke pusat ataupun ke lembaga lain, namun ketika lolos malah dana itu nyasar ke Kota Pekalongan. Sehingga agar tidak terulang nama ini perlu diganti.

Kaji Failasuf berkata lain, bos batik pesisir itu mengungkapkan bahwa sebenarnya yang lebih berhak dengan nama besar Pekalongan adalah Kabupaten bukan Kota. Pendapat ini didasarkapan pada sejarah, Pekalongan ya Kabupaten sebenarnya. hanya saja Kota Pekalongan beberap tahun ini lebih banyak membangun imej positif yang meningkatkan nama Pekalongan unggul. sebut saja, branding The World City of Batik, Museum batik, dan lain sebagainya.

Namun berbicara kemiripan nama, Failasuf melanjutkan, bahwa kita sebenarnya juga bisa diuntungkan. "Siapa tahu kalau Kota mengajukan bantuan, bisa nyasar ke kabupaten," disambut tawa hadirin. 

Kabupaten Pekalongan, lanjut Failasuf, bisa fokus kepada pengembangan daerah. dia membandingkan dengan penataan kota besar dunia yang maju yang memisah antara pusat pemerintahan dan pusat bisnis. Kabupaten memiliki wilayah pantura yang bisa dijadikan pusat bisnis dan wilayah kabupaten yang bisa diarahkan ke pusat pemerintahan.

"Lihat Jakarta sekarang, pusat pemerintahan dan bisnis jadi satu, wacana untuk perpindahan selalu mentah," kata Failasuf, yang style rambutnya mirip moderatornya.

Dialog yang terasa kurang dan belum selesai itu terpaksa ditutup dengan sambutan dari Bupati Antono didampingi wakilnya Fadia. Antono mengatakan, perubahan nama Dadi kajen mengandung spirit berani berubah. Nama kajen juga mempunyai arti baik yaitu terhormat.

Pantas saja jika Peterpan merubah namanya, selain nama besar, perjalanan Paterpan sebagai sebuah band juga menyimpan banyak luka dan masalah. mulai dari pemecatan 2 personilnya, maupun kasus video heboh yang menyeret nama vokalisnya. Hallo... NOAH. Semoga membawa perubahan baik. Sedang Pekalongan, dalam sejarah mempunyai kisah dan tokoh-tokoh besar. Tidak ada alasan untuk meninggalkan nama besar Pekalongan, selain hari ini Kabupaten harus kembali mengembalikan nama besar itu. Kota tahun lalu sudah memulai dengan slogan ulang tahun, "Mengembalikan Kejayaan Kota Pekalongan", aayo, kabupaten menyusul... sayah tunggu... :D

Dalang Bagong tengah memainkan
wayang kulitnya
Di akhir dialog sayah coba sms mas Amin, "waktu diskusinya kurang ya mas? he.." yang terlihat di luar pendopo sambil menyalakan sebatang rokok. "tidak leluasa mas..." jawab dia kemudian. sayah coba balas lagi, untuk mencairkan suasana, maklum setahun tidak ketemu, "Nonton wayang aja Bang, lebih leluasa...". Kebetulan di depan pendopo telah tersaji pagelaran wayang kulit. setelah saya duduk manis di kursi penonton wayang dia balas, "Waduh... cari tkg pijit mas...". hahaha ternyata dia capek.

tak betah duduk menyimak dialog yang tak paham, sayah mengeluarkan senjata yang dari tadi tidur di dalam tas. sayah tengok kiri kanan, eh ada polisi. ah biarin. biar nanti tembak-tembakan. gak pa-pa. kan besar punyaku. he...

jadilah tontotonan wayang habis untuk motrat-motret wayang kulit. he... nich hasil jepretan sayah... semoga berkenan... (bersambung brow...)

0 komentar:

Posting Komentar